PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial.
Sebagai makhluk individu ia memiliki karakter yang unik, yang berbeda satu
dengan yang lain, ditambah dengan pikiran dan kehendaknya yang bebas. Dan
sebagai makhluk sosial ia membutuhkan manusia lain, membutuhkan sebuah kelompok
–dalam bentuknya yang minimal– yang mengakui keberadaannya, dan dalam bentuknya
yang maksimal –kelompok– di mana dia dapat bergantung kepadanya.
خَلَقَ
الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
“Khalaqa al-Insana min ‘Alaq” yang
artinya ”Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”. Begitu bunyi ayat
kedua dari firman-Nya dalam wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad.
Manusia
diciptakan Allah dari al-Alaq. Dari
segi pengertian kebahasaan, kata ‘alaq antara lain berarti sesuatu yang
tergantung. Memang, salah satu periode dalam kejadian manusia saat berada dalam
rahim ibu adalah ketergantungan hasil pertemuan sperma dan ovum yang membelah
dan bergerak menuju dinding rahim lalu bergantung atau berdempet dengannya.
Kata ‘Alaq dapat juga berarti
ketergantungan manusia kepada pihak lain. Ia tidak dapat hidup sendiri. Begitu
menurut M. Quraish Shihab dalam tulisannya.
Pada masa dewasa ini kehidupan
manusia dalam kehidupan sosial harus semakin ditingkatkan. Khususnya kita
sebagai Umat Islam. Dan pada pembahasan ini, kami selaku pemakalah akan
menjelaskan keutamaan berkehidupa sosial. Menurut Al Qur’an dan Hadits lebih
khususnya. Namun tentunya makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnaan, mohon
maaf beribu maaf jika isi dan penyampaian kami kurang berkenan di hati para
pembaca dan pendengar yang budiman.
PEMBAHASAN
تُطْعِمُ
الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
“Hendaklah engkau memberi makan,
mengucapkan salam kepada siapapun yang engkau kenal maupunyang tidak engkau
kenal.” HR. Al Bukhari.
“Orang-orang Mukmin itu bagaikan
satu orang. Jika matanya sakit, maka seluruh tubuhnya merasa sakit. Jika
kepalanya sakit, maka seluruh tubuhnya ikut terasa sakit.” HR. Muslim
“Rasulullah SAW memerintahkan kami
dengan tujuh perkara; menjenguk orang sakit, menganar jenazah, menjawab orang
yang sedang bersin, menolong yang lemah, membela yang dianiaya, menebarkan
salam, membebaskan orang yang terjebak sumpahnya.” (Muttafaq’alaih)
الْمُؤْمِنُ
لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Sesungguhnya antara seorang Mukmin
dengan Mukmin lainnya bagaikan bangunan yang saling melengkapi (memperkokoh)
satu sama lain.”
(Muttafaq’alaih)
A.
ISI
Tatkala Nabi Muhammad hijrah dan sampai ke Madinah, maka
disana beliau perlu mempersatukan masyarakat Anshor Madinah dan Muhajirin dari
Mekkah. Karena untuk membentuk sebuah masyarakat baru, yakni masyarakat yang
berlandaskan hukum Islam. Dengan membuat sebuah butir-butir perjanjian agar orang-orang
Mukmin saling menjaga satu sama lain. Salah satunya yaitu bahwa orang-orang
Mukmin tidak boleh meninggalkan seseorang yang menanggung beban hidup di antara
sesama mereka.
Maka tatkala Nabi memberi pelajaran kepada para muslimin,
ada seseorang yang bertanya kepada beliau, “Bagaimana Islam yang baik itu?”
Beliau menjawab, “Hendaklah
engkau memberi makan, mengucapkan salam kepada siapapun yang engkau kenal
maupunyang tidak engkau kenal.” HR.
Al Bukhari. Bahkan beliau sempat mempersaudarakan sesama muslim Muhajirin
dan Anshor.
Beliau juga membuat pengarahan-pengarahan untuk membuat
semakin kuatnya ikatan persaudaraan antar kaum Mukmin, beliau bersabda :
“Tidak masuk surga orang yang
tetangganya tidak aman dari gangguannya.” HR. Muslim
“Seseorang dari kalian tidak disebut
beriman sehingga dia mencintai bagi saudaranya apa yang dia cintai bagi dirinya
sendiri.” HR. Al Bukhari
Sebuah anjuran untuk mrnguatkan ikatan diantara kaum
Mukminin. Pendapat Syeikh Utsaimin.
“Orang-orang Mukmin itu bagaikan
satu orang. Jika matanya sakit, maka seluruh tubuhnya merasa sakit. Jika
kepalanya sakit, maka seluruh tubuhnya ikut terasa sakit.” HR. Muslim
Itulah sebagian sabda Nabi Muhammad yang membuat para orang
Mukmin bersemangat dalam membentuk persatuan.
Maka tidak ada salahnya kita simpulkan
perumpamaan-perumpamaan seorang Mukmin dengan Mukmin lainnya :
1. Bagaikan pohon
“Perumpamaan seorang mukmin seperti
tanaman, angin menerpanya ke kiri dan ke kanan. Seorang mukmin senantiasa mengalami
cobaan.”
2. Bagaikan bangunan
“Orang mukmin dengan orang mukmin
yang lain seperti sebuah bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lain.” HR. Muslim
3. Bagaikan tubuh
“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap
saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota
tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan
demam.” HR. Muslim
4.
Bagaikan
cermin
“Seorang mukmin adalah cermin bagi
saudaranya. Jika dia melihat suatu aib pada diri saudaranya, maka dia memperbaikinya.”
5.
Bagaikan
lebah
“Perumpamaan seorang Mukmin seperti
lebah, apabila ia makan maka ia akan memakan suatu yang baik. Dan jika ia
mengeluarkan sesuatu, ia pun akan mengeluarkan sesuatu yang baik. Dan jika ia
hinggap pada sebuah dahan untuk menghisap madu ia tidak mematahkannya.”
HR. Al-Baihaqi
6.
Bagaikan
pohon kurma
”
Perumpamaan seorang mukmin itu seperti pohon kurma, apapun yang engkau ambil
darinya pasti bermampaat bagimu.” HR:
Thobrani
7.
Bagaikan emas
“Perumpamaan seorang mukimin seperti
lempengan emas, kalau engkau meniupkan (api) diatasnya ia menjadi merah, kalau
engkau menimbangnya, tidaklah berkurang. ” HR. Baihaqi
Hablumminallah dan Hablumminannas
Hubungan
dengan Allah sangat jelas dan tegas dari ayat-ayat Al Qur’an dan Hadits Nabi
SAW. Namun pada konteks ini, kita perlu membangun hubungan baik sesama manusia,
khususnya umat Muslim dan non-Muslim umumnya. Secara umum dan khusus kita jelas
harus di anjurkan untuk mempunyai banyak teman atau teman gaul
sebanyak-banyaknya. Menurut pepatah bahwa satu musuh terlalu banyak dan seribu
teman masih kurang. Namun tetap harus punya benteng diri yaitu Iman, jangan
sampai pergaulan kita dengan manusia justru menjauhkan kita dari Allah.
Dalam
bukunya yang diterjemahkan berjudul 10 Hak Dalam Islam, Syaikh Utsaimin
mencantumkan hubungan antara kaum muslimin seluruhnya dan hubungan atau hak non
muslim. Beliau menyebutkan sebagai berikut ringkasannya :
A. Kepada
Kaum Muslimin
“Rasulullah
SAW memerintahkan kami dengan tujuh perkara; menjenguk orang sakit, menganar jenazah,
menjawab orang yang sedang bersin, menolong yang lemah, membela yang dianiaya,
menebarkan salam, membebaskan orang yang terjebak sumpahnya.”
(Muttafaq’alaih)
Itu adalah hak-hak seorang mukmin
bagi mukmin lainnya, dan mungkin masih ada hadits lain yang berbeda jumlah atau
lafaznya, ada yang enam, atau lima tentang hak itu. Maka kami rangkum sebagai
berikut :
Menjenguk orang sakit :
“Hak
orang Islam atas orang Islam yang lain ada lima, yaitu: 1. Menjawab salam, 2.
Menjenguk orang sakit, 3. Mengantarkan jenazah, 4. Memenuhi undangan, 5.
Mendo’akan orang yang bersin.” (Muttafaq’alaih)
Menolong orang lemah :
"Barangsiapa
yang memenuhi hajat saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya. Dan
barangsiapa melapangkan kesusahan saudaranya muslim, maka Allah akan
melapangkan baginya kesusahan dari kesusahan yang ada pada hari kiamat. Siapa
yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya kelak pada
hari kiamat" ( Muttafaq’alaih )
Mengucapkan Salam:
Sebagaimana sabda Nabi SAW;
“Demi
Allah, kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak
akan beriman sehingga kalian saling mencintai. Maukah aku beritahukan kepada
kalian suatu hal yang jika dikerjakan pasti kalian akan saling mencintai?
Sebarkanlah salam diantara kalian.” HR. Muslim
Dan tentu saja masih banyak lagi cara kita untuk mempererat
Ukhuwah Islamiyah sesama Muslim. Agar dapat terwujudnya terbentuknya perasaan
kasih sayang sesama Mukmin.
Karena dengan bersama-sama kita berjamaah, akan menjadi kuat
serta dihormati oleh kaum lain. “Sholat
berjamaah lebih utama dari sholat sendirian dengan selisih 27 derajat.” HR. Muslim
Adapun
manfaat yang dapat kita ambil dari ukhuwah Islamiyah yakni :
- Timbul sikap tolong menolong.
- Tumbuh rasa saling memahami
- Menimbulkan rasa tenggang rasa dan tidak menzhalimi satu sama lain.
- Terciptanya solidaritas yang kuat antara sesama muslim
- Terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa
- Terciptanya kerukunan hidup antara sesama warga masyarakat.
B. Kepada
non-Muslim
Orang kafir musta’min yang mereka
memiliki hak atas kita untuk mendapat perlindungan.
“Jika
salah seorang dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu maka berilah
perlindungan kepadanya sehingga dia mendengar kalamullah kemudan antarkanlah ke
tempat yang aman.”
(QS. At Taubah : 6)
(QS. At Taubah : 6)
Karena orang non-Muslim termasuk
kedalam Ukhuwah Wathoniyah, yakni persaudaraan karena diikat oleh jiwa
nasionalisme tanpa membedakan agama, suku, warna kulit, adat istiadat dan
budaya dan aspek-aspek yang lainnya.
Dalam rangka menjalin hubungan
sosial dalam maknanya yang umum ada beberapa tahapan konseptual yang perlu
diperhatikan. Secara garis besar tahapan tersebut dapat dibagi menjadi:
1. Ta’aruf
Ta’aruf dapat diartikan sebagai saling mengenal. Dalam
rangka mewujudkannya, kita perlu mengenal orang lain, baik fisiknya, pemikiran,
emosi dan kejiwaannya. Dengan mengenali karakter-karakter tersebut.
2. Tafahum
Pada tahap tafahum (saling memahami), kita tidak sekedar
mengenal saudara kita, tapi terlebih kita berusaha untuk memahaminya. Sebagai
contoh jika kita telah mengetahui tabiat seorang rekan yang biasa berbicara
dengan nada keras, tentu kita akan memahaminya dan tidak menjadikan kita lekas
tersinggung.
3. Ta’awun
Ta’awun atau tolong-menolong merupakan aktivitas yang
sebenarnya secara naluriah sering (ingin) kita lakukan. Manusia normal umumnya
telah dianugerahi oleh perasaan ‘iba’ dan keinginan untuk menolong sesamanya
yang menderita kesulitan – sesuai dengan kemampuannya. Hanya saja derajat
keinginan ini berbeda-beda untuk tiap individu.
Dalam hal ini kita perlu memperhatikan hadits shahih dari
Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: Artinya: “Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim atau yang dizalimi.”
4. Tafakul
Takaful ini akan melahirkan perasaan senasib dan
sepenanggungan. Di mana rasa susah dan sedih saudara kita dapat kita rasakan,
sehingga dengan serta merta kita memberikan pertolongan.
Unsur
pokok di dalam bersosial adalah mahabbah (kecintaan), yang terbagi dalam
beberapa tingkatan :
1. Tingkatan terendah adalah salamus
shadr (bersihnya jiwa) dari perasaan hasud, membenci, dengki dan sebab-sebab
permusuhan/pertengkaran. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim,
Rasulullah saw bersabda “bahwa tidak
halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya selama tiga hari, yang apabila
saling bertemu maka ia berpaling, dan yang terbaik di antara keduanya adalah
yang memulai dengan ucapan salam.”
2. Tingkatan berikutnya adalah cinta.
Di mana seorang muslim diharapkan mencintai saudaranya seperti mencintai
dirinya sendiri, seperti dalam hadits: “Tidak
sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti
mencintai dirinya sendiri.” (HR
muttafaq alaihi)
3. Tingkatan yang tertinggi adalah
itsar, yaitu mendahulukan kepentingan saudaranya atas dirinya dalam segala
sesuatu yang ia cintai, sesuatu yang untuk zaman sekarang sering baru mencapai
tahap wacana. Patut kita renungkan kisah sahabat Nabi dalam sebuah peperangan,
di mana dalam keadaan sekarat dan kehausan dia masih mendahulukan saudaranya
yang lain untuk menerima air.
Aktivitas-aktivitas sosial yang memang merupakan seruan Islam harus
dilaksanakan supaya aktivitas sosial terjaga
diantaranya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut;
1. Silaturahim
Islam menganjurkan silaturahim antar anggota keluarga baik
yang dekat maupun yang jauh, apakah mahram ataupun bukan. Apalagi terhadap
kedua orang tua. Islam bahkan mengkatagorikan tindak “pemutusan hubungan
silaturahim” adalah dalam dosa-dosa besar.
“Tidak masuk surga orang yang
memutuskan hubungan silaturahim” (Muttafaq’alaih)
2. Memuliakan Tamu
Tamu dalam Islam mempunyai kedudukan yang amat terhormat.
Dan menghormati tamu termasuk dalam indikasi orang beriman.
“…Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (Muttafaq’alaih)
3. Menghormati tetangga
Hal ini juga merupakan indikator apakah seseorang itu
beriman atau belum.
“…Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya”
(Muttafaq’alaih)
“Dengan rahmat Allah lah kita
manusia semuanya bisa salimg menjalin persaudaraan. “Allah menjadikan rahmat
itu menjadi 100 bagian. Dia menahannya sebanyak 99 bagian dan menurunkannya ke
bumi satu bagian. Dengan yang satu bagian itulah makhluk-makhluk berkasih
sayang.”
HR. Muslim
HR. Muslim
Pesan dari tulisan M. Quraish Shihab
Bahwa semua kita berada di bawah
kendali dan kuasa Allah. Dengan kuasanya-Nya itulah kita membutuhkan-Nya serta
tidak dapat mengelak dari kedudukan sebagai makhluk sosial.
Allah sendiri, sebagai pencipta
manusia sebagai makhluk sosial itu, menyeru mereka semua dengan firman-Nya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling
bertakwa dia antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha
Mengenal” (QS. al-Hujurat ayat: 13).
Semakin kuat pengenalan satu pihak
kepada selainnya, semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Karena
itu, ayat di atas menekankan perlunya saling mengenal. Perkenalan itu
dibutuhkan untuk saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain, guna
meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. yang dampaknya tercermin pada
kedamaian dan kesejahteraan hidup duniawi dan kebahagiaan ukhrawi.
Anda tidak dapat menarik pelajaran,
tidak juga dapat saling melengkapi, bahkan tidak dapat bekerja sama, tanpa
saling mengenal. Saling mengenal yang digarisbawahi oleh ayat di atas adalah
“pancing” untuk meraih manfaat, bukan “ikannya". Yang ditekankan adalah
caranya, bukan manfaatnya. Karena, seperti kata orang bijak, “memberi pancing
jauh lebih baik daripada memberi ikan”.
KESIMPULAN
Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial.
Sebagai makhluk individu ia memiliki karakter yang unik, yang berbeda satu
dengan yang lain, ditambah dengan pikiran dan kehendaknya yang bebas. Dan
sebagai makhluk sosial ia membutuhkan manusia lain, membutuhkan sebuah kelompok
–dalam bentuknya yang minimal– yang mengakui keberadaannya, dan dalam bentuknya
yang maksimal –kelompok– di mana dia dapat bergantung kepadanya.
Manusia diciptakan Allah dari al-Alaq. Dari segi pengertian kebahasaan, kata ‘alaq antara lain
berarti sesuatu yang tergantung. Maka perlu bagi kita untuk menjalin silaturahim
dan bergaul dengan baik dengan banyak orang. Serta saling menyebarkan salam
kepada orang yang kenal atau yang tidak kenal.
“Hendaklah engkau memberi makan, mengucapkan salam kepada siapapun yang engkau kenal maupunyang tidak engkau kenal.” HR. Al Bukhari.
“Hendaklah engkau memberi makan, mengucapkan salam kepada siapapun yang engkau kenal maupunyang tidak engkau kenal.” HR. Al Bukhari.
Dan tentu harus tetap
menjalin Ukhuwah Islamiyah yang kuat, Ukhuwah Insaniyah, dan Ukhuwah
Wathoniyah yang baik.
Wallahu a’lam
DAFTAR PUSTAKA
Syafe’i,
Rachmat. AL-HADIS (Aqidah, Akhlak,
Sosial, dan Hukum). Bandung : Pustaka Setia
Alatas, Alwi.
Maret 2006. Proud to be Moslem.
Syaamil Cipta Media, Bandung
Rasjid, H.
Sulaiman. September 2008. FIQH ISLAM.
Sinar Baru Algensindo : Bandung
Umar,
Musthofa. Juli 2007. Mengenal Allah
Melalui Sunnatullah. Tafaqquh Media : Pekanbaru Riau
An-Nawawi,
Imam. 2018. DARUL HAQ, Jakarta
Al
Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. Maret 2009. 10 Hak Dalam Islam. Pustaka Al Minhaj, Solo - Jawa Tengah
An Nawawi,
Imam. 1995. SYARAH HADIS ARBAIN. Alih
bahasa ; Drs. Zaini Dahlan. Penerbit : Trigenda Karya
An Nawawi,
Imam. Agustus 2006. Riyadhus Sholihin.
Penerbit : Duta Ilmu – Surabaya Indonesia
Said,
Muhammad. 2010. Pesan-pesan Rasulullah
Dalam Majelis Zikir dan Pikir. Penertbit : Gema Insani
Shihab, Quraish M. 22 Mei 2018. Kultum Quraish
Shihab : Ajaran Islam tentang Manusia
sebagai Makhluk Sosial